
Customer Service di Era Media Sosial adalah Standar Bisnis
Media sosial bisa menguntungkan ketika
digunakan sebagai alat promosi maupun membangun branding yang dapat menjangkau
masyarakat luas sesuai target sasaran. Disebut membahayakan, misalnya satu
keluhan atau ulasan negatif di media sosial bisa mengurungkan niat calon
pembeli untuk melakukan pembelian. Brand yang dibangun pelan-pelan dan butuh
waktu bertahun-tahun pun bisa runtuh seketika karena satu review
"julid" atau sebuah kasus skandal yang viral di dunia maya.
Menyadari pengaruh powerful media
sosial terhadap kelangsungan bisnis, Femina Media bersama DBS Treasures
menggelar sesi kelas inspirasi bertajuk "Customer Service di Era Sosial
Media" dalam event DBS Treasures Indonesia Womenpreneur Conference di
Plaza Indonesia, Selasa dan Rabu, 11-12 Juli 2023. Dalam kelas ini, para
pembicara mengajak para perempuan pengusaha untuk membangun awareness terhadap dampak
media sosial serta bagaimana menggunakannya untuk pengembangan usaha.
Menurut Emilia Bassar, BPP Perhumas
yang menjadi pembicara dalam sesi tersebut, media sosial yang digunakan oleh
kebanyakan orang di masa sekarang adalah Instagram dan TikTok.
Emilia menjelaskan bahwa penggunaan media sosial untuk mengembangkan usaha juga perlu disesuaikan dengan target pasa. Foto: Muhammad Zaki
"Untuk kelompok usia 15-54 tahun,
sekarang kebanyakan menggunakan Instagram dan TikTok. Bukan Facebook. Sebagian
lagi LinkedIn jika menarget kalangan profesional," katanya.
Emilia menerangkan beberapa poin yang menjadi
tantangan bisnis di era media sosial dan terkait dengan pelayanan kepada
pelanggan.
1. Kompetisi Harga
Tantangan terberat di media sosial adalah informasi
harga dimana konsumen bisa langsung melihat di marketplace. Kasus
ini dirasakan oleh salah seorang peserta IWC bernama Arum yang menjalankan
usaha fesyen.
"Ini membuat saya malas lihat marketplace. Jadi customer datang
sudah dengan skrinshot harga. Kemudian saya bilang bahwa
bisnis saya fesyen, analoginya itu sama juga dengan bisnis makanan misalnya.
Ada yang kelas kaki lima, ada yang kelas resto. Sama bahannya tapi kualitasnya
beda," ujarnya.
Para peserta DBS Treasures IWC 2023 menyimak pemaparan Emilia di kelas inspirasi pada hari kedua. Foto: Muhammad Zaki
Hal tersebut disetujui oleh Emilia, dimana
keterbukaan harga atau tarif di media sosial sedikit banyak berdampak pada
persaingan di kalangan pebisnis.
"Sertifikasi, kompetensi, jadi enggak ada
harganya kalau sudah di media sosial. Bener nggak sih?" ujar Emilia.
Untuk menyiasati persaingan itu, Arum bercerita
bahwa strateginya adalah menjelaskan posisi brand-nya. "Ketika customer datang,
saya tanya ibu mau kualitas yang mana? Kalau mau cari yang sangat murah, pabrik
saya bukan tempat yang tepat. Tapi kalau ibu mau cari kualitas dengan harga
yang terjangkau, boleh ke tempat saya. Jadi kita harus punya market position karena
tidak mau hancur-hancuran harga," ujarnya.
2. Customer Service di Media
Sosial adalah Bagian dari Standar Bisnis
Satu dekade lalu, ketika media sosial belum se-booming sekarang,
layanan customer service masih menggunakan telepon atau pun
pesan singkat. Namun kini, layanan jasa pelanggan melalui media sosial sudah
dianggap sebagai standar bagi eksistensi bisnis. Calon pelanggan maupun
pelanggan dapat dengan leluasa bertanya tentang produk melalui chat
room di sosial media.
"Termasuk kecepatan kirim barang, lalu layanan yang responsif, jangan
sampe kalau Anda itu bikin postingan, sudah selesai begitu saja tak
dilihat lagi siapa yang bertanya, siapa yang berkomentar," kata Emilia.
"Misalnya ada yang mengeluh tentang layanan pengiriman di media sosial,
namun ternyata tidak direspon, calon pembeli yang membaca keluhan itu bisa jadi
terpengaruh dan akhirnya urung melakukan pembelian," tambahnya.
3. Satu Media Sosial Lebih Baik
daripada Banyak namun Tidak Konsisten
"Selalu ada konsekuensi kalau kita punya media sosial. Jangan
sampai punya banyak media sosial tapi tidak bisa mengelola. Lebih baik satu
saja, tapi konsisten mengelolanya, daripada banyak media sosial tapi kadang
muncul kadang tidak," tip dari Emilia.
Mengelola media sosial secara konsisten, dinilai
sangat penting. Termasuk bagaimana berinteraksi secara responsif dengan audiens
di ranah digital. "Jika tidak responsif, itu bisa menimbulkan krisis
pada perusahaan. Selalu ada konsekuensi yang harus kita pikirkan dan
pertimbangkan jika menggunakan media sosial sebagai media komunikasi,"
kata Emilia. (f)
Khalifa Moon (Kontributor)