Customer Service di Era Media Sosial adalah Standar Bisnis

Indonesia Womenprenuer Conference, IWC 2023 24 July 2023

Media sosial bisa menguntungkan ketika digunakan sebagai alat promosi maupun membangun branding yang dapat menjangkau masyarakat luas sesuai target sasaran. Disebut membahayakan, misalnya satu keluhan atau ulasan negatif di media sosial bisa mengurungkan niat calon pembeli untuk melakukan pembelian. Brand yang dibangun pelan-pelan dan butuh waktu bertahun-tahun pun bisa runtuh seketika karena satu review "julid" atau sebuah kasus skandal yang viral di dunia maya. 

Menyadari pengaruh powerful media sosial terhadap kelangsungan bisnis, Femina Media bersama DBS Treasures menggelar sesi kelas inspirasi bertajuk "Customer Service di Era Sosial Media" dalam event DBS Treasures Indonesia Womenpreneur Conference di Plaza Indonesia, Selasa dan Rabu, 11-12 Juli 2023. Dalam kelas ini, para pembicara mengajak para perempuan pengusaha untuk membangun awareness terhadap dampak media sosial serta bagaimana menggunakannya untuk pengembangan usaha. 

Menurut Emilia Bassar, BPP Perhumas yang menjadi pembicara dalam sesi tersebut, media sosial yang digunakan oleh kebanyakan orang di masa sekarang adalah Instagram dan TikTok.



Emilia menjelaskan bahwa penggunaan media sosial untuk mengembangkan usaha juga perlu disesuaikan dengan target pasa. Foto: Muhammad Zaki


"Untuk kelompok usia 15-54 tahun, sekarang kebanyakan menggunakan Instagram dan TikTok. Bukan Facebook. Sebagian lagi LinkedIn jika menarget kalangan profesional," katanya. 

Emilia menerangkan beberapa poin yang menjadi tantangan bisnis di era media sosial dan terkait dengan pelayanan kepada pelanggan. 


1. Kompetisi Harga

Tantangan terberat di media sosial adalah informasi harga dimana konsumen bisa langsung melihat di marketplace. Kasus ini dirasakan oleh salah seorang peserta IWC bernama Arum yang menjalankan usaha fesyen.

"Ini membuat saya malas lihat marketplace. Jadi customer datang sudah dengan skrinshot harga. Kemudian saya bilang bahwa bisnis saya fesyen, analoginya itu sama juga dengan bisnis makanan misalnya. Ada yang kelas kaki lima, ada yang kelas resto. Sama bahannya tapi kualitasnya beda," ujarnya. 



Para peserta DBS Treasures IWC 2023 menyimak pemaparan Emilia di kelas inspirasi pada hari kedua. Foto: Muhammad Zaki


Hal tersebut disetujui oleh Emilia, dimana keterbukaan harga atau tarif di media sosial sedikit banyak berdampak pada persaingan di kalangan pebisnis. 

"Sertifikasi, kompetensi, jadi enggak ada harganya kalau sudah di media sosial. Bener nggak sih?" ujar Emilia. 

Untuk menyiasati persaingan itu, Arum bercerita bahwa strateginya adalah menjelaskan posisi brand-nya. "Ketika customer datang, saya tanya ibu mau kualitas yang mana? Kalau mau cari yang sangat murah, pabrik saya bukan tempat yang tepat. Tapi kalau ibu mau cari kualitas dengan harga yang terjangkau, boleh ke tempat saya. Jadi kita harus punya market position karena tidak mau hancur-hancuran harga," ujarnya. 


2. Customer Service di Media Sosial adalah Bagian dari Standar Bisnis

Satu dekade lalu, ketika media sosial belum se-booming sekarang, layanan customer service masih menggunakan telepon atau pun pesan singkat. Namun kini, layanan jasa pelanggan melalui media sosial sudah dianggap sebagai standar bagi eksistensi bisnis. Calon pelanggan maupun pelanggan dapat dengan leluasa bertanya tentang produk melalui chat room di sosial media.

"Termasuk kecepatan kirim barang, lalu layanan yang responsif, jangan sampe kalau Anda itu bikin postingan, sudah selesai begitu saja tak dilihat lagi siapa yang bertanya, siapa yang berkomentar," kata Emilia.

"Misalnya ada yang mengeluh tentang layanan pengiriman di media sosial, namun ternyata tidak direspon, calon pembeli yang membaca keluhan itu bisa jadi terpengaruh dan akhirnya urung melakukan pembelian," tambahnya. 


3. Satu Media Sosial Lebih Baik daripada Banyak namun Tidak Konsisten

"Selalu ada konsekuensi kalau kita punya media sosial. Jangan sampai punya banyak media sosial tapi tidak bisa mengelola. Lebih baik satu saja, tapi konsisten mengelolanya, daripada banyak media sosial tapi kadang muncul kadang tidak," tip dari Emilia. 

Mengelola media sosial secara konsisten, dinilai sangat penting. Termasuk bagaimana berinteraksi secara responsif dengan audiens di ranah digital. "Jika tidak responsif, itu bisa menimbulkan krisis pada perusahaan. Selalu ada konsekuensi yang harus kita pikirkan dan pertimbangkan jika menggunakan media sosial sebagai media komunikasi," kata Emilia. 
(f) 


Khalifa Moon (Kontributor)