Strategi Bidik Pasar Kelas Menengah Muslim

Indonesia Womenprenuer Conference, IWC 2023 28 July 2023

Bagi pebisnis, angka populasi tersebut sangat potensial digarap sebagai target pasar yang menggiurkan. Namun untuk melakukan penetrasi produk secara efektif, pemilik usaha perlu strategi dengan memahami karakteristik umat muslim dan bagaimana tipe konsumerisme mereka. 

Menyadari pentingnya topik tersebut, Femina Media menggelar sesi khusus bertajuk "Pasar Muslim Kelas Menengah Paling Loyal?" dalam event 
DBS Treasures Indonesia Womenpreneur Conference (IWC) 2023 yang digelar oleh Femina Media bersama DBS Treasures pada Selasa dan Rabu (11-12/7/2023, di Multifunction Hall, Plaza Indonesia, Jakarta Selatan. 

 

Sebagai pembicara adalah Managing Partner Inventure, Yuswohady, memaparkan karakteristik konsumen muslim di Indonesia. Penulis 70 buku tersebut mengatakan bahwa kesalahan umum yang dilakukan oleh pebisnis adalah menyamaratakan semua umat muslim di Indonesia.

"Marketer itu menganggap bahwa umat muslim di Indonesia itu sama. Dan itu adalah kesalahan terbesar semua marketer di Indonesia juga seluruh dunia. Jadi saya bilangnya Rambo (karakter film), menembaknya ngawur. Pelurunya tiga ratus, yang kena hanya tiga. Tapi kalau sniper, pelurunya satu yang kena satu," ujar Iwo. 
 


Yuswohady menjelaskan tentang empat kalangan umat muslim di Indonesia yang memiliki karakteristik berbeda. Foto: Muhammad Zaki


Dalam konteks market bisnis, Yuswohady mengelompokkan kalangan umat muslim menjadi empat jenis. Pertama adalah kelompok rasionalis yang melihat produk berdasarkan nilai apa yang bisa ia dapatkan, tanpa memerhatikan atribut-atribut Islam dalam sebuah produk. Segmen rasionalis ini juga merupakan pangsa pasar yang cukup besar. 

"Rasionalis itu intinya 'gue dapat apa?'. Nilai Islam tidak begitu penting. Misalnya suruh pilih bank muamalah atau konvensional, dia akan pilih konvensional. Jadi dia lebih melihat manfaatnya," ujar Iwo. 

Kelompok kedua adalah komformis, dimana memiliki pandangan cukup fanatik terhadap Islam. Mereka adalah tipe konsumen yang mudah terpengaruh dengan atribut keislaman pada sebuah produk. 

"Kalau yang konformis, itu berpikiran bahwa pokoknya harus Islam. Misalnya mereka harus memilih antara konvensional atau muamalah, pokoknya harus Islam," jelas Iwo.

Kelompok ketiga adalah universalist. Mereka merupakan tipe konsumen muslim yang berpandangan bahwa nilai-nilai Islam dan kualitas produk sama pentingnya, namun bukan berarti harus ada atribut keislaman dalam produk tersebut.

"Universalist itu adalah segmen yang dia penting kualitas dan penting spiritual. Makanya di situ saya bilang Islami itu lebih penting," terangnya.

Kelompok keempat adalah apatis, yang disebutkan tidak terlalu peduli dengan nilai spiritual Islam maupun fungsi dari sebuah produk. 

Ke depannya, Yuswohady memprediksi bahwa market muslim akan semakin mengarah ke universalist. Alasannya, karena masyarakat atau konsumen sekarang makin kaya, makin pintar, dan makin memahami produk. 

"Saya ramalkan market muslim ke depannya akan mengarah ke universalist. Riset saya tahun 2012, paling besar adalah rasionalis. Di 2020, paling besar rasionalis namun universalist naik sedikit," ujar Yuswohady. 
 



Menarget Pasar Muslim Kelas Menengah Ala Brand

Masyarakat muslim di Indonesia merupakan bagian dari kelas menengah yang perkembangan kemampuan ekonominya sangat cepat dan dinamis di dunia. Memahami segmentasi konsumen muslim di Indonesia merupakan strategi penting bagi pebisnis agar dapat memasarkan produk tepat sasaran. Seperti yang dilakukan oleh Buttonscarves, brand modest wear yang kini juga merambah ke produk-produk lainnya yang ditujukan untuk pasar muslim kelas menengah. Salah satu brand baru yang dilahirkan Buttonscarves adalah Buttonscarves Beauty. 

Menurut Alissa HawadiCo-Founder & VP of Public Relations Buttonscarves Beauty, Buttonscarves  tidak ragu bermain di pasar high-end muslim dengan menawarkan produk head to toe, mulai dari make up, hijab, hingga home living

 

"Karena sebenarnya fesyen sama beauty itu satu arah. Jadi kalau misalnya orang-orang sekarang, mereka tuh belanja dari head to toe enggak perlu ke mana-mana lagi. Alisnya ada, jilbabnya ada, peniti ada, sepatu ada, daleman ada, baju renang ada, handuk pun ada, home living semua tuh ada," ujar Alissa.

Alissa pun percaya diri dengan nama besar Buttonscarves yang sudah dikenal baik oleh konsumen kelas menengah muslim, sebagai brand yang mengedepankan kualitas, maka produk-produk lain yang dikeluarkan oleh Buttonscarves juga sama berkualitas dan dapat bersaing secara harga. 

Memahami kebutuhan kosumen muslim pula yang membuat KAMI, brand modest wear yang digawangi oleh Istafiana Candarini bersama dua orang rekannya ini berhasil mencuri hati pasar muslim Indonesia bahkan luar negeri. Berdiri tahun 2009, awalnya justru memproduksi perhiasan. Namun karena kejelian Istafiana dalam melihat peluang dan selera konsumen, KAMI terus berinovasi menghadirkan hijab dengan motif yang berganti-ganti dan hingga kini menjadi merek busana muslim yang cukup dikenal konsumen papan atas. 

"Di 2013 aku melihat orang sudah mulai cari yang baru, yang tidak ada di pasaran. Mereka punya keinginan untuk tampil unik dan beda," ungkap Istafiana, CEO dan Founder KAMI.

Selain mencari tren dan kualitas produk, konsumen muslim kelas menengah juga mencari rasa aman dalam menjalankan nilai-nilai Islami. Rasa aman inilah yang diberikan oleh Rabbani Tour & Travel yang bergerak di bidang penyelenggara liburan ke luar negeri bagi umat Muslim. Rabbani paham betul celah bahwa banyak traveler muslim yang mencari rasa aman terkait dengan ibadah dan makanan halal selama berwisata di negeri non-Islam. 

"Misalnya, ketika sedang tour ke negara Eropa dimana cukup sulit untuk mendapatkan makanan halal, Rabbani terlebih dulu berhubungan dengan pihak KBRI setempat untuk rekomendasi catering, kita makan di box tidak masalah. Selain itu, terkait ibadah salat, jika destinasi wisata yang dituju tidak terdapat masjid, Rabbani menghubungi komunitas Muslim yang bersedia meminjamkan tempat untuk salat. Jadi kayak ke Eropa Barat, ke Spanyol, ke Amerika, kita menggaransi bahwa makanan yang mereka makan halal 100 persen," ujar Masrura Ram Idjal, Founder Rabbani Tour and Travel. 

Setelah pandemi berlalu, Masrura yakin bisnis traveling akan bergeliat kembali. Ia pun bersyukur, ketika di pandemi tidak benar-benar menutup perusahaannya, meski harus berjalan tertatih-tatih, tapi ketika kini bisnis travel berlari cepat ia sudah siap untuk memenuhi keinginan konsumen untuk melakukan halal tour, mulai dari umroh hingga paket liburan ke luar negeri.
 (f)



Khalifa Moon (Kontributor)