
Strategi Bidik Pasar Kelas Menengah Muslim
Bagi pebisnis, angka populasi tersebut sangat
potensial digarap sebagai target pasar yang menggiurkan. Namun untuk melakukan
penetrasi produk secara efektif, pemilik usaha perlu strategi dengan memahami
karakteristik umat muslim dan bagaimana tipe konsumerisme mereka.
Menyadari pentingnya topik tersebut, Femina
Media menggelar sesi khusus bertajuk "Pasar Muslim Kelas Menengah Paling
Loyal?" dalam event DBS
Treasures Indonesia
Womenpreneur Conference (IWC) 2023 yang digelar oleh Femina Media bersama DBS
Treasures pada Selasa dan Rabu (11-12/7/2023, di Multifunction Hall, Plaza
Indonesia, Jakarta Selatan.
Sebagai pembicara adalah Managing Partner
Inventure, Yuswohady, memaparkan karakteristik konsumen muslim di
Indonesia. Penulis 70 buku tersebut mengatakan bahwa kesalahan umum yang
dilakukan oleh pebisnis adalah menyamaratakan semua umat muslim di Indonesia.
"Marketer itu menganggap bahwa umat muslim
di Indonesia itu sama. Dan itu adalah kesalahan terbesar semua marketer di
Indonesia juga seluruh dunia. Jadi saya bilangnya Rambo (karakter film),
menembaknya ngawur. Pelurunya tiga ratus, yang kena hanya tiga.
Tapi kalau sniper, pelurunya satu yang kena satu," ujar
Iwo.
Yuswohady menjelaskan tentang empat kalangan
umat muslim di Indonesia yang memiliki karakteristik berbeda. Foto: Muhammad
Zaki
Dalam konteks market bisnis, Yuswohady
mengelompokkan kalangan umat muslim menjadi empat jenis. Pertama adalah
kelompok rasionalis yang melihat produk berdasarkan nilai apa yang bisa ia
dapatkan, tanpa memerhatikan atribut-atribut Islam dalam sebuah produk. Segmen
rasionalis ini juga merupakan pangsa pasar yang cukup besar.
"Rasionalis itu intinya 'gue dapat
apa?'. Nilai Islam tidak begitu penting. Misalnya suruh pilih bank muamalah
atau konvensional, dia akan pilih konvensional. Jadi dia lebih melihat
manfaatnya," ujar Iwo.
Kelompok kedua adalah
komformis, dimana memiliki pandangan cukup fanatik terhadap Islam. Mereka
adalah tipe konsumen yang mudah terpengaruh dengan atribut keislaman pada
sebuah produk.
"Kalau yang konformis, itu berpikiran bahwa
pokoknya harus Islam. Misalnya mereka harus memilih antara konvensional atau
muamalah, pokoknya harus Islam," jelas Iwo.
Kelompok ketiga adalah universalist.
Mereka merupakan tipe konsumen muslim yang berpandangan bahwa nilai-nilai Islam
dan kualitas produk sama pentingnya, namun bukan berarti harus ada atribut
keislaman dalam produk tersebut.
"Universalist itu adalah segmen
yang dia penting kualitas dan penting spiritual. Makanya di situ saya bilang
Islami itu lebih penting," terangnya.
Kelompok keempat adalah apatis,
yang disebutkan tidak terlalu peduli dengan nilai spiritual Islam maupun fungsi
dari sebuah produk.
Ke depannya, Yuswohady memprediksi bahwa market
muslim akan semakin mengarah ke universalist. Alasannya, karena
masyarakat atau konsumen sekarang makin kaya, makin pintar, dan makin memahami
produk.
"Saya ramalkan market muslim ke depannya
akan mengarah ke universalist. Riset saya tahun 2012, paling besar
adalah rasionalis. Di 2020, paling besar rasionalis namun universalist naik
sedikit," ujar Yuswohady.
Menarget Pasar Muslim Kelas Menengah Ala Brand
Masyarakat muslim di Indonesia merupakan
bagian dari kelas menengah yang perkembangan kemampuan ekonominya sangat cepat
dan dinamis di dunia. Memahami segmentasi konsumen muslim di Indonesia
merupakan strategi penting bagi pebisnis agar dapat memasarkan produk tepat
sasaran. Seperti yang dilakukan oleh Buttonscarves, brand modest wear yang
kini juga merambah ke produk-produk lainnya yang ditujukan untuk pasar muslim
kelas menengah. Salah satu brand baru yang dilahirkan Buttonscarves adalah
Buttonscarves Beauty.
Menurut Alissa Hawadi, Co-Founder & VP
of Public Relations Buttonscarves Beauty, Buttonscarves tidak
ragu bermain di pasar high-end muslim dengan menawarkan produk head to
toe, mulai dari make up, hijab, hingga home living.
"Karena sebenarnya fesyen sama beauty itu
satu arah. Jadi kalau misalnya orang-orang sekarang, mereka tuh belanja
dari head to toe enggak perlu ke mana-mana lagi. Alisnya ada,
jilbabnya ada, peniti ada, sepatu ada, daleman ada, baju renang ada, handuk pun
ada, home living semua tuh ada," ujar Alissa.
Alissa pun percaya diri dengan nama besar Buttonscarves yang sudah dikenal baik
oleh konsumen kelas menengah muslim, sebagai brand yang mengedepankan kualitas,
maka produk-produk lain yang dikeluarkan oleh Buttonscarves juga sama
berkualitas dan dapat bersaing secara harga.
Memahami kebutuhan kosumen muslim pula yang membuat KAMI, brand modest wear
yang digawangi oleh Istafiana Candarini bersama dua orang
rekannya ini berhasil mencuri hati pasar muslim Indonesia bahkan luar negeri.
Berdiri tahun 2009, awalnya justru memproduksi perhiasan. Namun
karena kejelian Istafiana dalam melihat peluang dan selera konsumen, KAMI terus
berinovasi menghadirkan hijab dengan motif yang berganti-ganti dan hingga kini
menjadi merek busana muslim yang cukup dikenal konsumen papan atas.
"Di 2013 aku melihat orang sudah mulai cari yang baru, yang tidak ada
di pasaran. Mereka punya keinginan untuk tampil unik dan beda,"
ungkap Istafiana, CEO dan Founder KAMI.
Selain mencari tren dan kualitas produk, konsumen muslim kelas menengah juga
mencari rasa aman dalam menjalankan nilai-nilai Islami. Rasa aman
inilah yang diberikan oleh Rabbani Tour & Travel yang bergerak di
bidang penyelenggara liburan ke luar negeri bagi umat Muslim. Rabbani paham
betul celah bahwa banyak traveler muslim yang mencari rasa aman terkait
dengan ibadah dan makanan halal selama berwisata di negeri non-Islam.
"Misalnya, ketika sedang tour ke negara Eropa dimana cukup sulit untuk
mendapatkan makanan halal, Rabbani terlebih dulu berhubungan dengan pihak KBRI
setempat untuk rekomendasi catering, kita makan di box tidak masalah. Selain
itu, terkait ibadah salat, jika destinasi wisata yang dituju tidak terdapat
masjid, Rabbani menghubungi komunitas Muslim yang bersedia meminjamkan tempat
untuk salat. Jadi kayak ke Eropa Barat, ke Spanyol, ke Amerika, kita
menggaransi bahwa makanan yang mereka makan halal 100 persen," ujar Masrura
Ram Idjal, Founder Rabbani Tour and Travel.
Setelah pandemi berlalu, Masrura yakin bisnis traveling akan bergeliat kembali.
Ia pun bersyukur, ketika di pandemi tidak benar-benar menutup perusahaannya,
meski harus berjalan tertatih-tatih, tapi ketika kini bisnis travel berlari
cepat ia sudah siap untuk memenuhi keinginan konsumen untuk melakukan halal
tour, mulai dari umroh hingga paket liburan ke luar negeri. (f)
Khalifa Moon (Kontributor)